AMAL JAMA’I
1.a. Pengertian Amal Jama’i
Amal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok
manusia yang berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.”
Al-‘amalul al-jamaa’i berarti bekerja sama berdasarkan
kecepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai tugas yang diberikan untuk
memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan
amal (pekerjaan) kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya
untuk mencapai tujuan.
1.b. Beberapa ciri Amal Jama’i
1. Aktivitas yang dijalankannya
harus berdasarkan keputusan jamaah
Dalam konteks gerakan bersama, tindakan yang diambil
oleh setiap anggota sebagai tambahan dari apa yang telah disebutkan harus
berada dalam batas-batas Syar’i.
2.
Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi
dan tersusun
Tujuan pengangkatan seorang
Ketua dalam suatu organisasi atau jama’ah bukan semata-mata sebagai lambang,
tetapi bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dan memudahkan jama’ah untuk
bergerak dan bertindak melakukan aktivitas Islami.
Dalam melaksanakan
tugas-tugas tersebut tidak semua orang harus melaksanakannya, dan tidak semua
orang harus terlibat dengan semua kegiatan tersebut. Bahkan sebaiknya masing-masing
mengambil porsinya sendiri-sendiri.
3.
Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah
digariskan oleh jamaah
4. Seluruh
kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama
1.c. Urgensi amal jama’i
1. Dustur Ilahi :
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran 3:104)
Dalam ayat ini Allah telah
mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.
2. Perjuangan Islam terlalu berat
untuk dipikul secara individual karena perjuangan Islam bertujuan mengikis
habis jahiliyah sampai ke akar-akarnya dan menegakkan Islam sebagai
penggantinya.
Tanpa adanya struktur (tandzim) haraki
yang setarap dengan struktur yang dihadapi (jahiliyah) dalam segi kesadaran,
penataan dan kekuatan, tugas perjuangan Islam tak mungkin dapat dihasung
meskipun dengan berpayah-payah dan pengorbanan seluruh kemampuan.
3. Da’wah secara jama’ah adalah
da’wah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam. Sebaliknya
da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran
Islam pada umat manusia.
4. Beramal jama’i (bergerak secara
bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi
orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan
tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang
berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi dinding,
yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata
secara rapi.
“Orang
Mu’min yang satu dengan orang Mu’min lainnya seperti bangunan yang saling
memperrekat.” (Muttafaq ‘alaih)
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Maaidah 5:2)
5. Beramal
jama’i sebagai sarana mencapai keridhaan Allah
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seolah-olah mereka adalah
bagunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash Shaff 61:4)
6. Dengan amal jama’i balasan
yang diberikan berlipat ganda
Allah SWT memberikan ganjaran yang besar kepada ibadah
yang dilakukan secara berjamaah seperti shalat berjamaah dan sebagainya.
7. Iman
lebih terpelihara dalam lingkungan amal jama’i
Persatuan dalam amal jama’i
merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran. Seorang diri bisa saja
lenyap, jatuh atau disergap oleh syethan-syethan manusia dan jin. Tetapi jika
ia berada di dalam Jama’ah maka akan terlindungi.
Seperti seekor kambing yang
berada di tengah kawanannya. Tidak ada serigala yang berani memangsanya karena
perlindungan kawanan itu sendiri. Serigala akan berani memangsanya manakala
kambing itu keluar dari kawanannya atau berjalan sendirian.
“Kalian harus berjama’ah karena tangan Allah
bersama Jama’ah. Barang siapa
melesat sendirian maka ia akan melesat sendirian di neraka.” (Hadits)
“Sesungguhnya
syethan adalah serigala manusia dan serigala itu hanya memakan kambing yang
lepas (dari kawanan).” (Hadits)
“Kalian
harus ber-Jama’ah, karena syethan itu bersama orang yang sendirian dan dia akan
lebih jauh terhadap dua orang.” (Hadits)
8. Kebathilan yang terorganisir
dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir
1.d. Jamaah Minal Muslimin (Jamaah dari kaum
Muslimin)
Jamaah yang ada sekarang adalah jamaah minal muslimin
bukan jamaah muslimin. Artinya, ada jamaah lain yang bergerak dan berdakwah
untuk mencapai jamaah muslimin. Jamaah muslimin adalah khilafah Islamiyah yang
tunggal, tidak boleh ada jamaah setelah berdirinya, karena Nabi Saw. bersabda
untuk membunuh satu dari dua pimpinan jamaah muslimin (khalifah Islamiyah)
1.e. Bahaya Perpecahan Umat.
Persatuan : Suatu Kewajiban Islam
Tidak menjadi masalah jika
di dalam tubuh Kebangkitan Islam itu terdapat berbagai amal jama’i,
kelompok atau Jama’ah, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri
dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuatu dengan
penentuan sasaran, skala prioritas, sasaran dan tahapannya.
Tidaklah menjadi masalah,
apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat
variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat
kontradiktif). Asalkan semua pihak ada hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga
saling menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi
dan keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang
kokoh.
Tetapi yang menjadi masalah
adalah jika satu gerakan Islam meluncur-kan makar terhadap gerakan Islam
lainnya. Sehingga musuh itu datang dari dalam tubuh Kebangkitan Islam itu
sendiri.
Tidaklah berbahaya jika
terjadi perbedaan pendapat khususnya dalam soal-soal furu’ (cabang) dan
sebagian ushul (pokok) yang tidak prinsipil. Tetapi yang berbahaya
adalah perpecahan dan permusuhan yang telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya
kepada kita.
Islam membenci perpecahan !
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali Imran: 105)
“Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa
golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan
Memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al An’aam
6:159)
“Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (QS. Asy-Syura 42:13)
“Barang
siapa memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal kemudian dia mati maka matinya
adalah (mati) jahiliah”. (Muttafaq ‘alaih)
“Jauhkanlah
diri kalian dari tindakan merusak hubungan persaudaraan karena tindakan itu
adalah pencukur (agama)” (HR. Tirmidzi)
Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan,
sampai Rasulullah saw. memerintahkan kepada orang yang sedang membaca al-Qur’an
agar menghentikan bacaannya apabila bacaannya itu akan mengakibatkan
perpecahan.
“Bacalah
al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian
berselisih maka hentikanlah bacaan itu” (Muttafaq ‘alaih)
Artinya bubarlah dan pergilah supaya perselisihan itu
tidak berlarut-larut lalu menimbulkan keburukan. Kendatipun keutamaan membaca
al-Qur’an sangat besar, tetapi Nabi saw. tidak mengizinkan membacanya apabila
bacaan itu akan membawa kepada pertentangan dan perselisihan. Baik perselisihan
itu menyangkut qira’at ataupun menyangkut adab-adab lainnya. Para shahabat diperintahkan agar membubarkan majlis pada saat terjadinya
perselisihan. Sementara itu masing-masing mereka tetap diperbolehkan berpegang
teguh dengan qira’atnya.
Bimbingan Islam untuk memelihara persatuan :
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat 49:10)
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok).” (al-Hujurat 49:11)
“Jauhkanlah diri kalian dari prasangka, karena
prasangka itu merupakan omongan yang paling dusta. Janganlah saling mencurigai, saling
menghasut, saling iri hati, saling membenci dan saling membuat makar. Tetapi
jadilah Hamba-hamba Allah yang saling bersaudara”. (hadits)
Ada satu kisah di dalam al-Qur’an yang mengajarkan
agar kita senantiasa menjaga kesatuan. Kisah tersebut ialah kisah Musa as.
ketika pergi untuk memenuhi “panggilan” Allah selama tiga puluh malam kemudian
disempurnakan dengan sepuluh sehingga menjadi empat puluh malam. Selama
kepergian tersebut tugas Nabi Musa as. digantikan oleh saudaranya dan
partnernya, Harun as. Selama kepergian Nabi Musa as. inilah, kaum diuji dengan
penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Setelah kembali kepada kaumnya,
Nabi Musa as. dikejutkan oleh penyimpangan besar yang menyentuh esensi aqidah
yang dibawanya dan dibawa oleh semua Rasul sebelum ataupun sesudahnya.
Nabi Musa kemudian marah lalu melemparkan
lembaran-lembarannya seraya menjambak rambut saudaranya dan berkata :
“Hai Harun!
Apakah yang menyebabkanmu, waktu engkau melihat mereka sesat, untuk tidak
mengikuti (contoh)-ku? Apakah (dengan sengaja)
engkau telah durhaka kepada perintahku?” (QS. Thaha 20:92-93)
Jawaban Nabi Harun seperti
disebutkan dalam al-Qur’an ialah :
“Ia (Harun) menjawab: Hai anak ibuku,
janganlah engkau jambak jenggotku dan janganlah engkau tarik rambut kepalaku.
Sesungguhnya aku takut engkau akan berkata: “Engkau telah memecah belah Bani
Israel dan engkau tidak pelihara perkataanku”. (QS. Thaha 20:94)
Di dalam jawaban ini kita
lihat bahwa Nabi Allah, Harun meminta maaf kepada saudaranya dengan ungkapan : “Aku
takut bahwa engkau akan berkata: engkau telah memecah belah Bani Israel dan
engkau tidak pelihara perkataanku”.
Ini berarti Nabi Harun as.
mendiamkan tindakan kemusyrikan besar dan penyembahan anak sapi yang dibuat
oleh Samiri, demi menjaga kesatuan Jama’ah dan khawatir akan perpecahannya.
Tentu saja kekhawatiran tersebut hanya bersifat sementara, selama kepergian
Musa. Setelah Nabi Musa kembali, kedua Rasul bersaudara ini bekerjasama dalam
menangani krisis yang timbul.
1.f. Analisa Tugas Amal Jama’i
Tujuan-tujuan
khusus :
1. Membina pribadi Muslim dan mengembalikan
kepribadian Islam setelah dihancurkan oleh peradaban asing, Timur dan Barat
2. Membina keluarga Islam dan
mengembalikan karakteristiknya yang asli agar dapat melaksanakan tugasnya,
yaitu ikut berpartisipasi dalam menciptakan manusia Muslim yang sejati
3. Membina masyarakat Islam yang
akan mencerminkan dakwah dan peri laku Islam, agar manusia dapat melihat
hakikat Islam yang hanif ini dalam suatu bentuk yang kongkret di
permukaan bumi
4. Mempersatukan umat Islam di
seluruh penjuru dunia menjadi satu front kekuatan dalam menghadapi kekafiran,
kemusyrikan dan kemunafikan, sehingga umat ini didengar perkataannya dan
ditakuti gerakannya.
Sarana terpenting amal jama’i dalam
mencapai tujuan-tujuan khusus :
1. Wajib
mengembalikan mass-media, pengajaran, ekonomi dan alat-alat negara lainnya
kepada Islam, supaya pengarahannya diatur sesuai dengan batas-batas dan
syari’at Islam
2.
Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan
membersihkan masyarakat daripadanya
3.
Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan berbagai
tuntutan di masa datang.
0 komentar:
Posting Komentar